Selasa, Mei 18, 2010

Music is My Life


Sejak kecil, hidupku selalu berdekatan dengan musik. Selalu. Tidak pernah tidak. Rasanya memang aku ditakdirkan untuk selalu berdekatan dengan musik. Meski sebenarnya, latar belakang keluarga tidak terlalu berpengaruh. Aku mendapat "pengaruh" itu lebih banyak dari pihak Mamaku. Kalau dari Bapak, mungkin hanya keras kepala dan sifat ceroboh yang kudapat. Hahaha. Tapi kalau musik dan seni, aku dapat dari sisi Mama. Itu sudah jelas. Jelas sekali.

Dari kecil, aku sudah terbiasa mendengar musik-musik yang bahkan tidak seharusnya dikonsumsi untuk anak seusiaku. Semua karena pengaruh tetangga sebelah, yang tidak lain tidak bukan adalah keluarga Inang tuaku (Kakak perempuan Mama). Keluarga inilah yang memang kelak banyak mempengaruhi selera musikku. Mereka punya 3 anak, yg seharusnya kusapa dengan kakak dan abang, Tapi biar gaul dan enggak kaku, kami biasa memanggil dengan nama atau nickname. Hahaha. Gaya!

Dari si sepupu cewek tertua itu, aku belajar lagu-lagu romansa khas KLA Project. Maklum, jendela kamar dia langsung bersebelahan dengan halaman samping rumahku. Jadi, kalau dia sedang nyetel lagu apa, ya aku ikut-ikutan dengar. Waktu itu aku masih SD, masih culun lah. Tapi sudah tahu, lagu-lagu KLA Project kayak Anak Dara, Cinta Putih, dan banyak lagi..Sampai sekarang, kalau dengar lagu Anak Dara, aku masih ingat betul aroma rumput halamanku yang habis dipotong dan terkena hujan.. Segar sekaliiii...

Dari sepupu cowok yg kedua, aku belajar mendengar musik-musik yang lebih "bertanggung jawab". Dari dia, aku mendengar Mike n The Mechanics, Mr. Big, Hoootie and The Blowfish, Wet wet wet, No Doubt (jaman masih ska), dan banyak musik berkualitas dari tahun 90-an. Semua dari lagu-lagu yang disetelnya kencang-kencang. :)

Nah, dari sepupu cowok yang ketiga, aku belajar mendengarkan musik-musik yang cadas dan tidak bertanggungjawab. Hahahaha. Gun's n Roses, Metallica, Obituary, Sepultura, Scorpions, semua sudah kudengar. Walaupun pada akhirnya aku jadi budeg sendiri.

Dari bapaknya mereka, Bapaktuaku, aku belajar musik-musik jadul. Frank Sinatra, The Beatles, Queen, misalnya. Sampai-sampai, lagu barat pertama yang kuhapal luar kepala itu..yah Hey Jude-nya The Beatles.

Sementara dari Inangtuaku, aku belajar banyak lagu-lagu gereja dan paduan suara. Sejak jaman Sekolah Minggu, dia sudah mengajarku di gereja. Aku sudah dibawa melanglang buana ke banyak perlombaan solo dan paduan suara. Menyenangkan sekali mengingat itu semua.

Sementara Mamaku, lebih suka mengamati. Dia sendiri pecinta musik sejati. Jazz dan blues adalah pilihannya. Dan sekarang, pilihan yang sama menurun ke adikku. Aku sendiri tidak pernah terlalu memahami jazz dan blues. Meski begitu, aku tetap menikmati beberapa karya jazz dan blues. Mamaku, tergila-gila dengan Ermi Kullit di masa kejayaannya. Setelah jaman bergeser, seleranya pun menyesuaikan. Dia menyukai Alicia Keys. Hahaha..Bangganya..!

Bapakku..? sudahlah..tak usah dibahas..Bicara saja, kalau tidak fals, sudah syukur itu..Hahahahaha.. tapi dia pede loh. Kalau giliran ikut nyanyi di paduan suara keluarga (biasanya untuk di pernikahan saudara), dia selalu ada di section Tenor. Tapi sebenarnya, dia bersuara lingkungan. Alias, menyesuaikan dengan lingkungannya. Kalau di sampingnya bagus, ya dia bagus. Kalau yang di sampingnya fals, ya fals lah dia. Hahaha..

Di masa keemasanku sendiri..(halah!), aku mengagumi Dewa 19 (format lama, sampai terakhir di Pandawa Lima), dan Bon Jovi. Enggak bisa tidur rasanya kalau enggak dengar lagu mereka. Di dinding kamarku juga ya poster cuma ada 2 jenis, Dewa atau Bon Jovi. Dewa, sudah pernah kutonton konsernya waktu SMA, dan bangganya minta ampuuun. Sementara Bon Jovi, yang pernah datang tahun 1995 ke Jakarta, belum pernah kulihat. Sampai sekarang belum kesampean.

Tak hanya musik, Mama juga concern dengan kemampuan anak-anaknya memainkan alat musik. SD, aku sudah ikut kelompok musik bersama. Yang les nya tiap hari Rabu di sekolah. Aku enggak suka mengingatnya, karena selama 3 bulan, kerjaku hanya disuruh menepuk-nepuk kastanyet dan memukul-mukul triangle. Apa itu?!?! Aku enggak suka! Naik tingkat, aku protes dan minta dimasukkan ke kelas yang lebih 'serius'. Akhirnya beneran naik kelas ke electone. Tapi enggak sampai lulus karena keburu bosan. Terlalu gampang. Soalnya lagunya Twinkle-twinkle Little Stars melulu! Hahahaha--> belagu!

Aku sempat bosan dengan musik dan les-les itu. Akupun berpindah les, ke les tari modern. Dasar preman, ya udah pasti enggak ada luwes-luwesnya. Tapi aku pernah pake tutu doooong..Hahahaha..Waktu ujian naik kelas di les tari, aku lupa semua gerakannya! Jadilah aku muter-muter studio tari itu berimprovisasi. Hasilnya? tentu saja tidak lulus! Hahaha... Aku pun berhenti.

Tapi, dengan sabar, Mama terus membujuk untuk les. Akhirnya aku les organ. Dan cukup sukses. Gara-gara les itu, aku juga bisa bermain pianika, dan pernah jadi juara 3 se-Kodya Medan untuk pertandingan Pianika tingkat SD! Hohohoho..Aku juga tahu memaninkan harmonika, dan sedikit gitar. Nah, masuk SMP, Mama memutuskan untuk memasukkan aku ke les piano yang serius. Waktu itu biayanya termasuk mahal. Aku harus les empat kali sebulan. Awalnya menyenangkan. aku pun direkomendasikan untuk menambah les teori musik, biar lebih cepat belajar baca partitur. Tapi beberapa bulan berjalan, aku capek dan enggak suka. Alasan utamanya, guru les ku yang Cina itu kejam sekaliiii!! Ampuuun daaaahh! Bayangkan saja, hanya untuk membentuk posisi telapak tangan dan jari-jari yang harus sempurna setengah lingkaran tiap kali harus menekan tuts piano, tanganku dipukul berkali-kali. Sekali waktu, aku ngambek, dan enggak datang ke les. Dia, si Miss ku ini (dulu nyebut guru les kan pake Miss yah?) menelepon ke rumah, nanya ke Mama ku kenapa aku enggak datang. Dari jauh, aku berteriak "Bilang sama diaaaa!!! Aku enggak mau lagiiii!!! Sakit tangankuuuu!!!". Hahahha..Sejak saat itu dia enggak pernah menelepon lagi, dan aku enggak pernah datang lagi.

Tapi untungnya, aku sudah bisa main. Meskipun suka gelagapan dan sudah enggak terlalu mahir, aku bisa. Aku masih bisa main di gereja selama 5 tahun di Jogja, mengiringi kebaktian Minggu. Tapi sekarang, karena sudah tidak terbiasa, sudah kaku saja.

Wah..jadi ngalor ngidul...Tapi, setelah memutuskan untuk "menyerah" dari alat musik, aku cukup serius menggeluti vokal. Dari SMA, aku sudah terlibat di paduan suara. Tak sekedar bernyanyi, tapi juga memimpin sebagai conductor. Berlanjut ke kuliah, aku juga terlibat di paduan suara mahasiswa, paduan suara gereja, dan paduan suara provinsi DIY. My life was about choir at that time...

Tapi yah..sekarang..karena waktu dan kesibukan, aku sudah tidak bisa menyisihkan waktu untuk berkomitmen pada satu paduan suara. Sebagai pelampiasan, selalu ada karaoke. Hahaha..Kalau dulu hampir setiap hari update dengan lagu-lagu terbaru, sekarang hanya bisa mengandalkan iPod saja untuk menemani hari-hari. Kalau kebetulan sedang menyetir saja, bisa mendegarkan lagu-lagu di radio.

Tapi, aku bisa pastikan, tdak ada satu hari terlewat yang tidak kuiisi dengan kecintaanku pada musik. Selain menulis, musik adalah terapi terbaikku. Dalam segala kondisi dan keadaan, musik selalau menemani. Sedih, susah, marah, senang, gembira, semua ada...Karena itu, aku enggak bisa dan belum bisa membayangkan, kalau satu saat, aku enggak bisa mendengarkan musik.. Because Music is my life indeed... :))

0 komentar: