Jumat, November 19, 2010

"Sing Penting Sehat, Nduk...."


Namanya Mbah Martosuwidjo. Cucu-cucunya biasa memanggil dia dengan sebutan Mbah Marto. Pertama kali aku bertemu dengan Mbah sewaktu aku sedag liputan ke pengungsian korban Merapi di Pendopo kompleks Pemkab Klaten, Jawa Tengah. Di antara ribuan pengungsi yanga da, sosok si Mbah menarik perhatianku.
Alasan utamanya, sekilas setelah aku melihat beliau, sungguh sangat mengingatkanku dengan sosok Oppungku yang sudah meninggal dunia 11 tahun lalu. Mirip sekali..sungguh…Melihat Mbah Marto, seperti melihat Oppung ada di depanku lagi. :’)
Siang itu, 11/11, cuacanya super panas. Setelah berkeliling melihat kondisi pengungsian, aku bertemu dengan mbah Marto. Beliau, di usai senjanya, sedang "nongkrong", duduk-duduk santai di atas bak truk pasir. Truk berukuran besar yang tadinya dalah truk pengangkat pasir, terpaksa disulap jadi rumah Mbah selama di pengungsian.
Takjub melihat isi truk itu. Dari piring, ember, baju, sampai sepeda motor ada di dalamnya. Mbah Kakung, suami Mbah Marto sedang tidur siang di sana sewaktu aku menghampiri mereka.
Dengan luwes, Mbah marto bercerita soal pengalaman dia selama proses evakuasi. Aku, yang kemampuan berbahasa Jawa Kromo Hinggilnya masih pas-pas an, tadinya cemas enggak akan bisa berkomunikasi dengan si Mbah. Apalagi kebanyakan lansia di sana tidak bisa berbahasa Indonesia dengan lancar. Tapi Mbah Marto bisa. Dan aku sangat terbantu.
Beliau mulai bercerita. Bahwa di malam evakuasi, karena usianya yang sudah lanjut, beliau dan suami sempat tertinggal di Dusun Mbutuh, perbatasan Klaten-Yogyakarta. Di saat semua orang sudah mengungsi, beliau dan suami pun sempat tertinggal dan terpisah satu sama lain. Mbah harus berjuang sendiri menerobos kerumunan orang. Sewaktu evakuasi mulai berlangsung, waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB. Mbah Marto akhirnya baru benar-benar berkumpul dengan seluruh anggota keluarganya pukul 04.00 WIB keesokan harinya. Mendengar ceritanya dan menuliskannya kembali seperti ini saja, membuatku merinding. “Yow is lah, Nduk. Semua ya ora keruwan….,” katanya sambil mengingat kejadian malam itu.
Menurut Mbah, usianya sudah menginjak 70-an. Untuk ukuran usia lanjut, stamina Mbah dan Mbah Kakung sangat prima. Masih segar, masih fresh, tidak seperti berumur 70-an. Senyum pun tak pernah lepas dari wajahnya. Terutama waktu bercerita soal kegemarannya, menonton pertunjukan wayang. “Mbah suka sekali wayang. Mbah senang, tadi malam ada wayang-an di sini. Senang,” ujarnya sambil tertawa. Dia tertawa, aku mewek… 
Oh iya, Mbah punya enam anak. Tiga perempuan dan tiga lelaki, semua sudah berkeluarga. Tiga dari enam anaknya pun ikut mengungsi di tempat yang sama.
Selesai pertemuan kami hari pertama, Mbah sempat ngomong, “Doakan ya Nduk, biar Mbah dan keluarga selamat-selamat.” Lagi-lagi, aku mewek. Cengeng memang, tapi sungguh, paras Mbah membuatku sangat iba sekaligus bahagia di waktu yang bersamaan.
Kali kedua kami bertemu, sebenarnya tidak sengaja. Aku pikir, Mbah sudah tidak ada di pengungsian. Tapi ternyata beliau masih di sana dengan nyamannya. Di truk pasir miliknya. “Mbah belum mau pulang sebelum ada perintah dari Pak Lurah. Kan bahaya,” katanya ketika kutanya. Di saat dia berkata seperti itu, sebenarnya ratusan pengungsi di tempat itu sudah pulang ke rumah masing-masing. Tapi Mbah patuh pada Lurahnya. Siang itu kami bertemu di bawah pohon, di saat Mbah sedang menggelar tikar di samping truknya, ngaso di siang hari. “Panas'e, nduk..Mbah mau tidur-tiduran di luar saja. Adem.”
Kami pun sempat mengobrol sebentar. Sampai ada keputusan bahwa Mbah akan pulang keesokan harinya, karena memang sudah ada instruksi dari pemerintah setempat. “Wah, Mbah mau pulang, Nduk. Senangnya, sudah 15 hari belum pulang. Omah'e yo wis ora keruwan mesti,” kata Mbah. Tak sekalipun, selama mengungsi, Mbah pulang ke rumahnya. Hanya Mbah Kakung yang sesekali masih pulang melihat kondisi rumah. Tapi Mbah Marto, belum.
Jadi, keesokan harinya, aku berjanji akan datang dan ngikut Mbah pulang ke desanya. Sekalian untuk berita foto yang bagus, pasti. Pagi hari, Mbah sudah bersiap pulang. Semua barang-barang sudah dikemas. Atap darurat yang terbuat dari terpal plastik di atas bak pasir pun sudah diturunkan. Tadinya rasanya enggak tega kalau harus melihat Mbah pulang dengan truk. Untungnya, seorang putranya menjemput Mbah dengan mobil. “Udah sarapan, Nduk? Mbah buatkan sarapan ya?” tanya Mbah. Hebat, di saat seperti itupun dia masih ingat untuk bersikap ramah. Tentu saja dengan halus aku menolak. Malu rasanya mau bercerita, kalau aku baru saja menghabiskan sarapan buffet mewah di hotel berbintang, sementara pagi itu, Mbah hanya sarapan nasi goreng yang lembek, tanpa topping, tanpa telor ceplok di atasnya. 
Singkat cerita, kami bertemu lagi dengan Mbah di rumahnya. Karena harus mampir dulu ke dusun lain untuk liputan, aku terlambat tiba di rumah Mbah. Ketika melihat beliau di ujung jalan rumahnya, aku bersemangat sekali. “Mbaaaah!,” aku sedikit berteriak. Saat itu dia sedang membersihkan debu di teras rumahnya. “Nduuuuk…sini-siniiiii,” ujar Mbah.
Waah, ternyata rumah Mbah besar sekali. Tapi semua tertutup debu tebal. Semua masih dalam posisi sama. Gelas-gelas bertebaran, persis di posisi yang sama dengans ebelum hiruk-pikuk evakuasi. “Oalah, Nduk..ini seminggu juga ndak cukup buat ngeresik’ke..sini, Mbah ajak ke belakang.” Di belakang, ada ruangan khusus Mbah memproduksi tempe. Periuk-periuk wadah berisi sari kedelai yang membusuk pun masih ada di sana. Di halaman belakang, ada kelapa yang sudah sempat dipanen. “Mau bawa?” kata Mbah sambil tersenyum.
Di depan rumah, Mbah punya banyak tanaman, dari manggis sampai kelapa. Tapi karena tertutup debu vulkanik, semua gagal panen. Tapi, dengan senyum Mbah menjawab, “Nanti dimulai lagi lah, pelan-pelan, yo?”
Kami sempat mengobrol beberapa lama. Tapi karena waktu dan agenda liputan lain yang masih menunggu, aku tidak bisa berbicara lebih lama lagi dengan Mbah. Di ujung pertemuan, beliau berujar, “Matur nuwun yah nduk, udah mampir ke rumah Mbah. Doakan ya..” Dengan mata berkaca-kaca, aku langsung memeluk dan mencium Mbah..sedih sekali rasanya…Tapi konyol kalau sampai Mbah melihat aku menangis. Dia saja, korban musibah, masih tegar dan tersenyum tulus.
Dari jauh, aku masih melihat dia, masih sibuk perlahan membersihkan rumahnya….Wanita itu, yang baru kukenal, tapi sudah mencuri hatiku. Wanita yang seharusnya di usia tuanya hanya tinggal menikmati kebahagiaan, tapi tetap harus waspada 24 jam, menghadapi amukan Merapi.
Sebenarnya lokasi rumah Mbah yang berjarak di radius 13 km dari merapi tadinya cukup aman. Bahkan di malam evakuasi, rumah Mbah malah jadi tempat pengungsian saudara-saudaranya yang lain. Tapi kali ini, amukan Merapi yang membabi buta harus membuat Mbah Marto berjibaku menyelamatkan nyawanya. Anugerah, karena desa lain, yang berjarak kurang lebih 3 km dari rumah Mbah, sudah rata dengan tanah dan terbakar hangus.
Sore, aku kembali ke hotel. Karena habis dilanda debu, aku langsung menuju kamar mandi. Tapi justru ketika air hangat itu mengalir membilas badan, saat itu pula sosok Mbah Marto muncul di pikiranku. Ketika aku bisa mandi dengan air hangat berlimpah, sementara di sana, air saja masih bercampur debu vulkanik. Sedih…. 
Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa, selain berdoa, semoga Mbah tetap selamat..tetap sehat di usia tuanya. Tetap bertenaga mengerjalan ladang tanaman, membuat tempe, dan menemani Mbah Kakung. Semoga ia tetap bahagia di tengah keluarganya, bahkan di tengah amukan Merapi sekalipun. “Sing penting sehat, yo, Nduk..,” begitu aku mengingat pesan terakhir Mbah.
Aku berdoa, semoga suatu saat bisa bertemu lagi dengan beliau. Di depan teras rumahnya yang sudah bersih, dengan sajian hasil panen dari ladang beliau. Kelak. Sehat-sehat ya Mbaaaah….. :’)
-YETTA-

Rabu, September 15, 2010

Fallin' For You


Ya!

Seharusnya aku sudah menuliskan pengakuan ini sejak lama. Sejak lama. Tapi hari ini, aku semakin yakin. Yakin, bahwa dia, lelaki yang secara konstan 'mengganggu' itu sudah merasuki pikiran dan hatiku. Benar kata orang Jawa, witing tresno jalaaran soko kulino. Cinta datang karena kebiasaan, karena keseharian. Dan sepertinya itu yang sedang menimpaku.

Tiba-tiba aku menemukan lagu yang sempurna secara tidak sengaja. Judulnya aku cuplik sebagai judul tulisan ini. Fallin' For You, and yes i do fallin' for him. Dan seperti biasa, semua tiba-tiba cerah. Ada alasan setiap pagi untuk aku bangun dan bersemangat.

Maaf, aku belum bisa membuka identitasnya. Dalam beberapa kesempatan, kecerobohanku membuka nama-nama lelaki itu berbuah aib dan ledekan. Jadi, sementara, biar aku simpan sendiri dulu. Tapi perlahan, semua yang ada di dirinya membuatku luluh dan leleh..(hahaha!)

Dan sekarang, Yetta Angelina pun memasuki periode blushing. Hahaha (lagi!). I blushed for every single memorable thing that reminds me of you. I just wish that it'll be easy for me, for you, for us. Dont want to hanging my hopes to high now, just crossing my fingers. But i do can't stop thinking about you now. And i want you to be near me everyday. Darn!

Even while writing this, i blushed and wishing you were near me right now. :*

-------

Fallin For You (Colbie Caillat)

I don't know but
I think I maybe
Fallin' for you

Dropping so quickly
Maybe I should
Keep this to myself
Waiting 'til I
Know you better

I am trying
Not to tell you
But I want to
I'm scared of what you'll say
So I'm hiding what I'm feeling
But I'm tired of
Holding this inside my head

I've been spending all my time
Just thinking about ya
I don't know where to
I think I'm fallin' for you
I've been waiting all my life
And now I found ya

I don't know where to
I think I'm fallin' for you
I'm fallin' for you

As I'm standing here
And you hold my hand
Pull me towards you
And we start to dance

All around us
I see nobody
Here in silence
It's just you and me

Oh I just can't take it
My heart is racing
The emotions keep spinning out

I've been spending all my time
Just thinking about ya
I don't know where to
I think I'm fallin' for you
I've been waiting all my life
and now I found ya
I don't know where to
I think I'm fallin' for you

Kamis, Agustus 19, 2010

DEREK GRATIS DI JALAN TOL?!?!? BOHONG BESAR!

Sebenarnya saya sudah tidak mau mengingat-ingat peristiwa ini. Mungkin sepele, tapi efek peristiwa ini cukup membuat saya sedikit trauma dengan pelayanan Jasa Marga lewat fasilitas jalan tol nya. Tapi, saya rasa,banyak orang yang harus tahu, supaya ketika mereka membaca ini, mereka tahu harus berbuat apa.

Rabu (18/08), seperti biasa saya pergi ke kantor denganmenggunakan mobil pribadi. Seperti biasa pula, saya melewati jalur 'maut', dari Jatibening (rumah saya) ke Kebon Jeruk (kantor saya). Setiap hari, saya harus masuk tol Pondok Gede Timur (bayar 1.000), dilanjutkan masuk ke tol Dalam Kota(bayar 6.500). Macet sudah pasti jadi makanan sehari-hari. Yang terparah,setelah keluar gerbang tol Halim karena penyempitan jalur. Bayangkan, dari sekitar7 gerbang tol, menyempit jadi 4! Tapi saya cukup tabah, karena toh, sudah setiap hari melewati jalur itu.

Kalau sedang beruntung, perjalanan bisa saya tempuh hanya dengan waktu 45 menit. Kalau lumayan lancar, sekitar 1 jam. Kalau macet, 1,5 jam. Kalau macet banget 2-2,5 jam. Kalau macetnya minta ampun, 3 jam. Rekor terlama saya menempuh Jatibening-Kebon Jeruk adalah 4 jam!

Walaupun namanya jalan tol, jalan bebas hambatan, tapi saya sudah melupakan definisi itu. Tidak mungkin bebas hambatan, kecuali Anda melewatinya pukul 3 dini hari! Makanya, saya termasuk orang yang paling kesalketika mengetahui tariff tol naik. Sistem tidak bekerja dengan baik, tapi maunya naik naik naik melulu.

Hmm..saya belum sampai ke poin utama tulisan saya, tapi saya sudah emosi. Maaf. Hmmm...oke, begini ceritanya. Rabu itu, saya berangkat dari rumah sekitar pukul 10 pagi. Di luar dugaan, sampai setelah gerbang tol Pondok Gede Barat, jalanan masih lancar. Setelah Jatiwaringin, mulai tersendat, tapi lancar. Akhirnya sampai di gerbang tol MAUT, gebang tol Halim. Saya sudah stuck sejak antri sebelum pembayaran di gerbang tol. Tapi, saya berhasil melewati gerbang tol dalam waktu hampir sejam (padahal jarak yang ditempuh cuma sekitar 500 m!).Tapi lagi-lagi, saya ikhlas.

Sebenarnya, tidak ada masalah di mobil saya. Semua dalam kondisi baik. Tapi hari itu, saya memang mengisi bensin Premium, karena memang kondisinya sudah hampir habis. Tapi saya tidak tahu, kalau itu jadi awal bencana saya hari itu. saya terkena dampak bensin yang katanya tidak murni, ada semacam gel yang terkandung di Premium, yang membuat tractor bensinnya ngadat dan bensin tidak memompa dengan baik. (Sumpah, sejak saat itu saya enggak mau ngisi Bensin Premium! NEVER!)

Kembali ke gerbang tol maut, setelah hampir 1,5 jam stuck di gerbang tol Halim, tiba-tiba mesin mobil saya mati. Untungnya, saya berada di lajur paling kanan jalan tol itu. Saya panik, karena seumur-umur belum pernah mogok di tengah jalan, apalagi jalan tol! Saya coba starter beberapa kali,tetap mati. Akhirnya saya keluar, coba membuka kap mesin, cek radiator dan lainnya yang saya masih paham. Tapi saya enggak tahu apa pangkal masalahnya.Saya panik!

Saya putuskan adik laki-laki saya yang lebih paham tentang mesin mobil. Tapi tidak menolong juga. Waktu itu matahari panasnya minta ampun. Panik bercampur bingung, saya tidak tahu harus bagaimana. Puluhan klakson jelas-jelas diarahkan ke saya dan mobil saya yang malang. Semua marah karena otomatis lajurdimana saya berhenti jadi tidak bergerak sama sekali. Saya mau menangis waktu itu. Saya tidak tahu harus bagaimana, jadi saya masuk mobil dan benar-benar mau menangis.

Setelah menunggu hampir setengah jam, tiba-tiba ada mobil Derek Jasa Marga yang mendatangi saya. Rasanya senang sekali. Saya keluar, dan dua orang petugas menghampiri saya. Saya ingat jelas, di sisi mobil Derek ada tulisan "DEREK GRATIS SAMPAI PINTU KELUAR TERDEKAT". Saya senang sekali.

Setelah petugas pertama (Saya lupa mencatat namanya. Badannya gemuk, rambutnya lurus dengan seragam Jasa Marga oranye yang kumal sekali) memeriksa mesin mobil saya. Dia bilang ada masalah dengan Fuel Pump, alias pompa yang seharusnya memompa bensin naik ke atas. Jadi, kesimpulannya,tidak ada bensin yang mengalir dari tangki ke mesin. Itu diagnosanya.

Saya bingung, tidak mengerti apa-apa. Akhirnya saya minta tolong agar mobil saya diderek saja, supaya saya cari bengkel. Tapi, di luar dugaan, dia dengan santainya berkata "Ya, saya bisa antar sampai pintu keluar terdekat, Pancoran, biayanya 50.000. Kalau sampai bengkel tujuan, tergantung di mana bengkelnya." Posisi saya saat itu tidak jauh dari Gerbang Tol Halim arah ke Cawang. Saya bilang "Bengkel langganan saya ada di Jatibening. Kalau saya mau diantar sampai ke sana,berapa bayarnya?". Setelah berdiskusi dengan rekannya (bapak-bapak tua memakai topi, beruban dan kurus. Lagi-lagi saya lupa mencatat namanya), dia menyebutkan harga. "Sampai Jatibening 375.000"

Dalam hati saya berpikir "Kampret! Mahal banget!". Tapi saya lantas berkata "Kok mahal? Bukannya gratis ya? Kalau gitu, saya mau diantar saja sampai Pancoran, kan itu gerbang keluar terdekat. Dari sana, biar saya dijemput adik saya." Eh, diluar dugaan si petugas gendut itu membalas saya "Enggak bisa Mba. Kalau kami antar keluar, berarti di arteri Pancoran,nanti Mba bakal diderek lagi ama Derek Polda. Kalau Polda, berarti dibawa ke Komdak. Bayarnya bisa 500 ribu. Atau Mba diangkut ama Derek Ambon, dibawa ke UKI, bayarnya segitu juga." Sumpah, saya enggak tahu apa itu Derek Ambon! "Kalau mau, kami antar ke bengkel Toyota di Saharjo, ya 350.000 lah." Tapi saya bersikukuh, "Antar saja saya ke Pancoran, nanti ada bengkel di sana, saya tahu ada bengkel di sana." Eh, dia menjawab "Enggak ada bengkel di sana.Kami enggak mau nyari-nyari bengkel. Kalau gitu, bayarannya nambah."

Lalu saya jawab "Oke. Kalau gitu, saya tunggu saja di sini. Saya telepon montir saya, nanti kalau dia udah periksa mobil saya, biar saya telepon Derek lagi." Si gendut menimpali lagi "Mba enggak bisa nunggu di sini.Nanti di Derek Ambon. Kalau udah di tangan Ambon, kami enggak bisa apa-apa." Bingung kan? "Lah, kan kalian Derek resmi? Mana mungkin Derek lain bisa masuk jalan tol? Kan udah dilarang?". Tapi dia menjawab itu bisa saja terjadi. Di titik itu, saya tahu, dia menakut-nakuti saya.

Saya kesal. Saya mencoba menelepon nomor telepon resmi Derek jasa Marga. Saya ceritakan masalah saya dan posisi saya berada waktu itu, sekaligus menceritakan soal biaya yang dibebankan dua lelaki sialan itu ke saya. Dari petugas di ujung telepon itu, saya tahu, bahwa rumus perhitungan Derek tol jasa marga yang sebenarnya adalah seperti ini : Pengangkutan pertama biayanya Rp 100.000, nah setelah itu, per kilometer dihitung Rp. 8000. Nah, kalau saya hitung, biaya Derek sampai keluar gerbang tol terdekat (Pancoran) seharusnya gratis. Lantas, dari Pancoran ke Jatibening jaraknya 14 km. Kalau dikalikan 8.000 berarti totalnya 112.000, ditambah100.000 di awal, maka seharusnya biayanya 212.000. Itu yang benar! Saya ikhla smengeluarkan biaya segitu! Enggak apa-apa!

Saya sudah menginformasikan harga itu ke petugas Derek yang dua orang ini, tapi mereka tetap bersikukuh di harga 375.000. Saya bilang, saya enggak bawa banyak uang hari itu. Dan saya coba segala cara untuk berkompromi. Iseng saya bertanya lagi, "Kalau saya cuma mau dibawa ke Pancoran, kan itu gerbang tol terdekat. Gratis kan?" Dengan seenaknya si gendut itu menjawab "Enggak Mba. Tetap ada biaya 50.000. tapi Mba bakal di Derek polda..bla..bla...bla..," katanya mengulangi statement pertama. Saya muak!

Saya menyerah. Saya kepanasan, disoraki orang-orang lewa tklakson. Saya benci sekali hari itu. Saya benci! Saya akhirnya bilang, saya mau bayar 250.000. Eh, seenaknya (lagi) mereka menjawab "Ya udah. 300.000 udh paling mentok. Kalau enggak mau, kami jalan." Sumpah, kalau ada tenaga, saya ingin tonjok muka dua orang itu. Tapi saya mencoba untuk tetap berkepala dingin. Saya minta waktu berpikir. Tapi mereka menjawab lagi "Udah, kalau enggak mau enggak usah! Silahkan aja nunggu di sini. Kami mau jalan."

Saya terdiam. Untuk pertama kalinya saya sangat marah,sampai tidak bisa berkata-kata. Dua orang yang menurut saya tidak punya hati sama sekali. Di kepala mereka cuma ada uang! Dan sungguh-sungguh saya berdoa,mereka masuk neraka! SUNGGUH!

Saya akhirnya menyerah. Saya iyakan, mobil saya pun diangkut. Sepanjang perjalanan, si gendut yang mengendalikan mobil saya mengajak saya bicara, yang tentu saja tidak saya timpali. Tapi saya ingat,mereka petugas yang hari itu, Rabu, 18 Agustus 2010 bertugas di ruas tol DalamKota (Halim-Pluit) sekitar pukul 11 hingga 12 siang. Anda yang punya kenalan atau bekerja di Jasa Marga seharusnya bisa melacak keberadaan dua orang itu.Plat mobil Dereknya saya lupa, tapi seri akhirnya JW. Saya sudah terlalu marahuntuk mengingat hal-hal kecil tapi penting itu. Ketika akhirnya tiba di bengkel pun, saya hanya memberikan uang itu ke mereka, tanpa melihat mukanya. Saya muak!

Intinya, ENGGAK ADA TUH YANG NAMANYA DEREK GRATIS JASA MARGA SAMPAI GERBANG TOL TERDEKAT!!! ENGGAK ADA!! ENGGAK ADA HITUNGAN BAKU YANG DITERAPKAN DI DEREK JASA MARGA BERLAKU DI JALAN TOL!! JANGAN BERDOA AGAR DEREK DATANG MENYELAMATKAN MOBIL ANDA KETIKA MOGOK DI JALAN TOL. BERDOA DAN BERUSAHA SUPAYA SAJA MOBIL ANDA SELALU TERAWAT BAIK. JANGAN PERCAYA SPANDUK RAKSASA DI SETIAP RUAS TOL YANG BILANG "DEREK GRATIS JALAN TOL". KARENA SEMUA OMONG KOSONG BESAR!!!!

Senin, Agustus 16, 2010

1000 Stars Project


Sebenarnya, aku sudah melakukan ini beberapa tahun lalu, sewaktu masih jadi anak kost di Jogja. Membuat 1000 bintang kertas warna-warni. Untuk apa? Alasan pertama, iseng dan buat bahan killing time. Alasan kedua, kalau kata orang Jepang, setelah bintang-bintang itu genap berjumlah 1000, maka si pembuat berhak untuk mengajukan satu permintaan yang niscaya akan dikabulkan kelak. Percaya enggak percaya, tapi worth tryin for.

So, here i am. Doing and crafting 1.000 paper stars. Started on Friday, August 13th, and i don't know when will i finish. Since i'm working on this stars project at my office cubicle, my friends also gave some help. some of them already addicted! hahaha..One of my co-worker even bought me a nice and more solid papers. So happy.

This is day #2 (exclude weekend of course) i'm making these stars, and i've reached 194 stars already. Okay...let's go to 1.000! :)))

Rabu, Mei 19, 2010

Sudah Diputuskan!


I have decided..saya sudah memutuskan..Ulang tahun saya tahun depan, 07 Januari 2011, ketika saya berusia tepat 28 tahun, saya mau berulangtahun di luar negeri. Ke mana aja kek, yang penting di luar negeri, sendiri. FINAL. Mari sekarang, mulai ebrjuang mendapatkan tiket murah dan menabung. I have to treat myself more often. And this is gonna be a start.

Selasa, Mei 18, 2010

Music is My Life


Sejak kecil, hidupku selalu berdekatan dengan musik. Selalu. Tidak pernah tidak. Rasanya memang aku ditakdirkan untuk selalu berdekatan dengan musik. Meski sebenarnya, latar belakang keluarga tidak terlalu berpengaruh. Aku mendapat "pengaruh" itu lebih banyak dari pihak Mamaku. Kalau dari Bapak, mungkin hanya keras kepala dan sifat ceroboh yang kudapat. Hahaha. Tapi kalau musik dan seni, aku dapat dari sisi Mama. Itu sudah jelas. Jelas sekali.

Dari kecil, aku sudah terbiasa mendengar musik-musik yang bahkan tidak seharusnya dikonsumsi untuk anak seusiaku. Semua karena pengaruh tetangga sebelah, yang tidak lain tidak bukan adalah keluarga Inang tuaku (Kakak perempuan Mama). Keluarga inilah yang memang kelak banyak mempengaruhi selera musikku. Mereka punya 3 anak, yg seharusnya kusapa dengan kakak dan abang, Tapi biar gaul dan enggak kaku, kami biasa memanggil dengan nama atau nickname. Hahaha. Gaya!

Dari si sepupu cewek tertua itu, aku belajar lagu-lagu romansa khas KLA Project. Maklum, jendela kamar dia langsung bersebelahan dengan halaman samping rumahku. Jadi, kalau dia sedang nyetel lagu apa, ya aku ikut-ikutan dengar. Waktu itu aku masih SD, masih culun lah. Tapi sudah tahu, lagu-lagu KLA Project kayak Anak Dara, Cinta Putih, dan banyak lagi..Sampai sekarang, kalau dengar lagu Anak Dara, aku masih ingat betul aroma rumput halamanku yang habis dipotong dan terkena hujan.. Segar sekaliiii...

Dari sepupu cowok yg kedua, aku belajar mendengar musik-musik yang lebih "bertanggung jawab". Dari dia, aku mendengar Mike n The Mechanics, Mr. Big, Hoootie and The Blowfish, Wet wet wet, No Doubt (jaman masih ska), dan banyak musik berkualitas dari tahun 90-an. Semua dari lagu-lagu yang disetelnya kencang-kencang. :)

Nah, dari sepupu cowok yang ketiga, aku belajar mendengarkan musik-musik yang cadas dan tidak bertanggungjawab. Hahahaha. Gun's n Roses, Metallica, Obituary, Sepultura, Scorpions, semua sudah kudengar. Walaupun pada akhirnya aku jadi budeg sendiri.

Dari bapaknya mereka, Bapaktuaku, aku belajar musik-musik jadul. Frank Sinatra, The Beatles, Queen, misalnya. Sampai-sampai, lagu barat pertama yang kuhapal luar kepala itu..yah Hey Jude-nya The Beatles.

Sementara dari Inangtuaku, aku belajar banyak lagu-lagu gereja dan paduan suara. Sejak jaman Sekolah Minggu, dia sudah mengajarku di gereja. Aku sudah dibawa melanglang buana ke banyak perlombaan solo dan paduan suara. Menyenangkan sekali mengingat itu semua.

Sementara Mamaku, lebih suka mengamati. Dia sendiri pecinta musik sejati. Jazz dan blues adalah pilihannya. Dan sekarang, pilihan yang sama menurun ke adikku. Aku sendiri tidak pernah terlalu memahami jazz dan blues. Meski begitu, aku tetap menikmati beberapa karya jazz dan blues. Mamaku, tergila-gila dengan Ermi Kullit di masa kejayaannya. Setelah jaman bergeser, seleranya pun menyesuaikan. Dia menyukai Alicia Keys. Hahaha..Bangganya..!

Bapakku..? sudahlah..tak usah dibahas..Bicara saja, kalau tidak fals, sudah syukur itu..Hahahahaha.. tapi dia pede loh. Kalau giliran ikut nyanyi di paduan suara keluarga (biasanya untuk di pernikahan saudara), dia selalu ada di section Tenor. Tapi sebenarnya, dia bersuara lingkungan. Alias, menyesuaikan dengan lingkungannya. Kalau di sampingnya bagus, ya dia bagus. Kalau yang di sampingnya fals, ya fals lah dia. Hahaha..

Di masa keemasanku sendiri..(halah!), aku mengagumi Dewa 19 (format lama, sampai terakhir di Pandawa Lima), dan Bon Jovi. Enggak bisa tidur rasanya kalau enggak dengar lagu mereka. Di dinding kamarku juga ya poster cuma ada 2 jenis, Dewa atau Bon Jovi. Dewa, sudah pernah kutonton konsernya waktu SMA, dan bangganya minta ampuuun. Sementara Bon Jovi, yang pernah datang tahun 1995 ke Jakarta, belum pernah kulihat. Sampai sekarang belum kesampean.

Tak hanya musik, Mama juga concern dengan kemampuan anak-anaknya memainkan alat musik. SD, aku sudah ikut kelompok musik bersama. Yang les nya tiap hari Rabu di sekolah. Aku enggak suka mengingatnya, karena selama 3 bulan, kerjaku hanya disuruh menepuk-nepuk kastanyet dan memukul-mukul triangle. Apa itu?!?! Aku enggak suka! Naik tingkat, aku protes dan minta dimasukkan ke kelas yang lebih 'serius'. Akhirnya beneran naik kelas ke electone. Tapi enggak sampai lulus karena keburu bosan. Terlalu gampang. Soalnya lagunya Twinkle-twinkle Little Stars melulu! Hahahaha--> belagu!

Aku sempat bosan dengan musik dan les-les itu. Akupun berpindah les, ke les tari modern. Dasar preman, ya udah pasti enggak ada luwes-luwesnya. Tapi aku pernah pake tutu doooong..Hahahaha..Waktu ujian naik kelas di les tari, aku lupa semua gerakannya! Jadilah aku muter-muter studio tari itu berimprovisasi. Hasilnya? tentu saja tidak lulus! Hahaha... Aku pun berhenti.

Tapi, dengan sabar, Mama terus membujuk untuk les. Akhirnya aku les organ. Dan cukup sukses. Gara-gara les itu, aku juga bisa bermain pianika, dan pernah jadi juara 3 se-Kodya Medan untuk pertandingan Pianika tingkat SD! Hohohoho..Aku juga tahu memaninkan harmonika, dan sedikit gitar. Nah, masuk SMP, Mama memutuskan untuk memasukkan aku ke les piano yang serius. Waktu itu biayanya termasuk mahal. Aku harus les empat kali sebulan. Awalnya menyenangkan. aku pun direkomendasikan untuk menambah les teori musik, biar lebih cepat belajar baca partitur. Tapi beberapa bulan berjalan, aku capek dan enggak suka. Alasan utamanya, guru les ku yang Cina itu kejam sekaliiii!! Ampuuun daaaahh! Bayangkan saja, hanya untuk membentuk posisi telapak tangan dan jari-jari yang harus sempurna setengah lingkaran tiap kali harus menekan tuts piano, tanganku dipukul berkali-kali. Sekali waktu, aku ngambek, dan enggak datang ke les. Dia, si Miss ku ini (dulu nyebut guru les kan pake Miss yah?) menelepon ke rumah, nanya ke Mama ku kenapa aku enggak datang. Dari jauh, aku berteriak "Bilang sama diaaaa!!! Aku enggak mau lagiiii!!! Sakit tangankuuuu!!!". Hahahha..Sejak saat itu dia enggak pernah menelepon lagi, dan aku enggak pernah datang lagi.

Tapi untungnya, aku sudah bisa main. Meskipun suka gelagapan dan sudah enggak terlalu mahir, aku bisa. Aku masih bisa main di gereja selama 5 tahun di Jogja, mengiringi kebaktian Minggu. Tapi sekarang, karena sudah tidak terbiasa, sudah kaku saja.

Wah..jadi ngalor ngidul...Tapi, setelah memutuskan untuk "menyerah" dari alat musik, aku cukup serius menggeluti vokal. Dari SMA, aku sudah terlibat di paduan suara. Tak sekedar bernyanyi, tapi juga memimpin sebagai conductor. Berlanjut ke kuliah, aku juga terlibat di paduan suara mahasiswa, paduan suara gereja, dan paduan suara provinsi DIY. My life was about choir at that time...

Tapi yah..sekarang..karena waktu dan kesibukan, aku sudah tidak bisa menyisihkan waktu untuk berkomitmen pada satu paduan suara. Sebagai pelampiasan, selalu ada karaoke. Hahaha..Kalau dulu hampir setiap hari update dengan lagu-lagu terbaru, sekarang hanya bisa mengandalkan iPod saja untuk menemani hari-hari. Kalau kebetulan sedang menyetir saja, bisa mendegarkan lagu-lagu di radio.

Tapi, aku bisa pastikan, tdak ada satu hari terlewat yang tidak kuiisi dengan kecintaanku pada musik. Selain menulis, musik adalah terapi terbaikku. Dalam segala kondisi dan keadaan, musik selalau menemani. Sedih, susah, marah, senang, gembira, semua ada...Karena itu, aku enggak bisa dan belum bisa membayangkan, kalau satu saat, aku enggak bisa mendengarkan musik.. Because Music is my life indeed... :))

Sabtu, Mei 08, 2010

Je t'aime.....


I thought i lost you today...But i didn't...You were there, all the time...I had lots of fun today. Though i didn't have to be at ur side...Those quick and brief texts really means a lot..The way u treat me, was beyond my expectations..And for that, thank you...

And one thing..before i forgot..."Je t'aime....."

Jumat, Mei 07, 2010

Pria Masa Lalu

Sedang berbicara di dunia maya dengan seorang pria dari masa lalu..Dia, si pria ini, pernah mengisi hari-hariku di SMA dulu..Aku selalu ingat, wajahku berubah sumringah tiap kali dia ada, bahkan dalam radius beratus-ratus meter sekalipun...Masa-masa ituuuu...

Dia, pria ini, pernah duduk berdua denganku, di suatu siang, di depan ruang kelas. Waktu itu, sekolah sudah sepi. Hanya ada aku, dia dan beberapa teman yang usil menggoda. siang itu, aku lupa kapan persisnya, dia membisikkan sesuatu padaku. Halus sekali. Aku masih ingat persis kata-katanya. "Bukannya aku enggak suka dan enggak mau. Tapi aku enggak bisa..."

Hahahaha....sialan! Sejak saat itu pula, kami sepakat untuk bersahabat. Meski setelah kejadian itu, aku langsung berlari ke salah seorang teman dan puas menangis. Tapi setelah itu, selesai. Namanya juga anak SMA, ABG labil lah. :)

Semua justru berubah menghujamku ketika beberapa bulan setelahnya, seorang teman cewek, mendatangiku dan bertanya "Aku ditembak sama ******, aku minta izin, boleh nggak aku pacaran sama dia??" Huanjiiiiiiiiiiiiirrrr...saat itu tentu saja reaksiku ingin sekali menghantam si cewek ini. Tapi toh, aku berjiwa besar. Aku melepaskan dia untuk teman baikku sendiri. Tapi, hantaman itu cukup menyiksaku sesaat.

Sampai sekarang, kami berteman baik. Meski jarang sekali berkomunikasi. Tapi lagi-lagi, aku berterimakasih pada jejaring Facebook ,yang kembali mempertemukanku dengannya. Seperti sore ini, kami mengobrol santai. Mengumbar nostalgia masa lalu. Sekali waktu, dia bertanya "Kau masih sendiri, Yet? masih mau menunggu lamaranku enggak?" Hahahaha...dan setelah belasan tahun, aku bisa mengangap itu sebagai bahan canda. Maka dengan entengnya aku menjawab "Darimana aja loe? Gw dah kelamaan nunggu".... :))

Tapi, apapun itu, it's good to have you back in my life.. Let's go..we've got so much things to catch up... ^^

Kamis, Mei 06, 2010

Menyerah....

Akhirnya aku menyerah...Setelah beberapa bulan terakhir menutup mata, hati dan telinga untuk urusan hati, kali ini aku menyerah. Bukan untuk kalah, tapi menyerah untuk justru membuka mata, hati dan telinga untuk lebih banyak kebahagiaan.

Terus terang, aku tidak punya cukup keberanian untuk memulai. Tapi aku tahu, nanti, di saat semua tepat, peruntungan akan menghampiri. Sekarang, aku putuskan untuk menunggu. Menurutku, itu keputusan paling tepat.

Tapi, aku memang menyerah. Karena sejak beberapa hari yang lalu, aku sudah memutuskan. Kau yang kupilih. Apakah kau memilihku juga, itu aku tak tahu. Tapi aku tahu, kau tahu. Itu saja cukup.

Aku menyerah, tapi aku tidak bodoh. Aku memberimu, memberi hatiku, tenggat waktu. Batas, supaya aku bisa melihat, seberapa pantas kau layak untuk kutunggu. Tapi kenyataannya, aku memilihmu. Aku merendahkan diri, menepis ego, untuk memilihmu, bahkan untuk sekedar mengakui, kalau aku memilihmu. Itu saja.

Tapi satu yang mengusik hatiku, dan memberiku kemantapan lebih untuk memilihmu, adalah gambaran di kepalaku. Gambaran yang mengusik sejak beberapa saat lalu. Gambaran yang mendeskrisipsikan, betapa kau sangat ideal, bukan di mataku, tapi di mata keluargaku.

Aku melihat itu di dirimu. Karena tulus, aku ingin membahagiakan orangtuaku. Dan kupikir, kau orang yang tepat untuk itu. Aku melihat Bapakku, di matamu. Dan kalian pasti bisa menjadi rekanan yang baik. Sungguh, imej itu berkeliling di kepalaku sekarang, tiap kali aku melihatmu.

Itu saja.......

New Look

Atas bantuan seorang teman, aku bisa memperbaharui blog ku ini...Senang..jadi semangat mau nulis lagi...

Semoga terwujud....^^

Kamis, Januari 07, 2010

VINGT-SEPT : TWENTY SEVEN : DUAPULUH TUJUH


Hari ini, tepat tanggal 07 Januari 2009, aku berulang tahun. Hari ini, usiaku 27 tahun. Wuuuiihhh..tak pernah terlintas di pikiranku bahwa aku bakal sampai di usia segini banyak..hahaha...Hari ini, di usiaku yang 27 tahun, banyak berkat menghampiri. Pekerjaanku semakin membaik, promosi menghampiri, teman-teman sehati yang sangat menyenangkan, keluarga yang tulus mendampingi..meski tak ada lelaki sejati yang mengucapkan selamat ulang tahun...Tapi, hey, untuk pertama kalinya, aku lega..Tak sedikitpun aku merasa tertekan..Setelah beebrapa ulang tahun yang lalu aku merasa terombang-ambing, untuk pertama kalinya, aku merasa hari ini adalah ulang tahun terbaikku....

Meski 'pria' itu tak ada di pagi hari untuk mngucapkan selamat ulang tahun untukku..ada pria lain yang melakukannya...Namanya J.P Tondang..bapakku...Dia, menjadi laki-laki pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun untukku pagi ini...Bersama ucapan itu, akupun menerima seuntai kalung darinya dan Mama. Perhiasan pertamaku yang pernah kudapat dari orangtuaku. Bayangkan, 27 tahun hiup, baru kali ini dikasih perhiasan...:)) Dan dari hatiku yang paling dalam, aku bersyukur...Tidak ada yang mengalahkan pagi ini.....

Setelahnya..banjir ucapan menghampiri...SMS, telepon, message, di twitter, di facebook, jabat tangan, kecupan..SEMUANYA membahagiakan...Tidak ada kue, tidak ada lilin, tidak ada balon, tidak ada...Yang ada hanya tangan-tangan dan rangkulan hangat, pesan-pesan yang meneduhkan hati, doa yang melegakan..semua jadi bukti, bahwa aku dicintai..BUkan narsis, bukan egois, hanya mensyukuri. Mereka ada, mereka disampingku, selalu...meski kadangkala semua menjadi kasat mata....

This was the best b-day i've ever had...So simple, yet so tremendously beautiful..Mungkin kesunyian ulang tahun kali ini membuatku justru lebih menghargainya. Tepat di pukul 00;00, aku berdoa singkat...Aku merasa aku memiliki waktu untuk meminta sesuatu dari Tuhan. Apapun itu, hanya aku dan Tuhan yang tahu..Biar juga Tuhan yang menjawab. Iya, tidak atau tunggu...

27....sampai seakrang pun aku tak percaya umurku sudah mencapai angka itu..Dulu, waktu kecil ,aku tidak pernah berfikir bahwa usiaku akan berkepala 2. Aku pikir, ulangtahunku hanya akan berkutat di angka belasan. Aku berpikir hidup hanya akan berhenti di angka belasan. Dan aku salah. KArena justru hidupku mulai dimulai saat angka 2 berada di depan angka selanjutnya. Aku belajar banyak, dan aku tidak berniat untuk berhenti belajar..Sampai angka itu berhenti bertambah selamanya...

So..terimakasih..tulus..buat semua yang sudah mendoakan aku hari ini..Semoga semua itu tiba pada tujuannya...Terima kasih untuk selalu ada di sekelilingku..But above all, thank you God..for this marvellous 27 years of my life..I love it, and i'm intend to keep it for as long as You want me to...And i hope it'll be long enough for me to complete my task in life.....Thank You...