Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, menganalisis berarti:
tindakan penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan
bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh
pengertian yg tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
Kalau diambil ringkasan sederhana, menganalisis berarti mengurai
fakta, mencermatinya dan lantas menarik kesimpulan atas fakta tersebut.
Analisis pastilah lahir dari kekhawatiran. Berawal dari pertanyaan,
"Bener enggak ya...", "Kayaknya...","Oh, mungkin...", dan banyak lagi.
Meski jauh dari angan-angan, tapi selayaknya manusia tak perlu khawatir.
Karena menurut pernyataan cerdas dari seseorang di masa lampau,
kekhawatiran manusia itu sebenarnya hampir 90 persen tidak terjadi. Tapi
sepertinya banyak manusia-manusia yang belum lepas dari rasa khawatir,
karena itu kita sibuk menganalisis, termasuk saya.
Tapi tahukah kalian, kegiatan menganalisis sering berakhir pada
kesimpulan yang tak terlalu benar, alias sedikit salah? Itulah kenapa,
sejak memulai sesuatu, seharusnya janganlah bertekad untuk menganalisis
terlalu dalam. Harusnya lebih menikmati proses demi proses terbentuknya
fakta, bukan malah menghabiskan lebih banyak waktu untuk memutar otak
dan menganalisis fakta tersebut. Tapi namanya manusia biasa, semakin
banyak diingatkan, semakin sering pula kesalahan dilakukan. Akhirnya
sudah bisa ditebak, akan jatuh ke "perangkap" yang sama, bak keledai.
Untuk urusan asmara, efek terlalu banyak menganalisis akan menjadi
lebih rumit dan menyusahkan. Sampai-sampai, menurut saya, seharusnya ada
aturan tertulis yang berisi peringatan untuk tidak menganalisis di
masa-masa awal perkenalan dengan lawan jenis. Nikmati saja setiap
prosesnya. Persetan dengan analisis. Begitu idealnya. Itu menurut saya.
Tapi yang terjadi tentu saja kebalikannya. Apalagi karena melibatkan
dua jenis kelamin, dua tipe, dan dua karakter. Tak bisa dielakkan. Yang
satu sibuk menganalisis kata per kata yang terucap dan tertulis, yang
satu lagi sibuk menganalisis gerak tubuh dan cara berbicara.
Syukur-syukur kalau analisisnya benar, semua akan berjalan benar pula.
Mulus. Manis. Indah. Tak bertepuk sebelah tangan. Tipikal kisah cinta
putri raja dan pangeran dalam dongeng. Sempurna.
Sial, jika ternyata salah satu pihak salah menganalisis. Drama pun
dimulai. Sontak, semua rekaman analisis pasti akan melintas secepat
kilat di pikiran, hingga bermuara di banyak pertanyaan standar seperti,
"Tapi kan,...", "Masa sih...?", "Enggak mungkin, lah, wong,....", dan
banyak lagi. Adakah jawaban yang tersedia? Entahlah.
Jadi, haruskah menghabiskan banyak waktu untuk menganalisis? Atau
justru tinggalkan saja semua, nikmati proses secara natural dan
berbahagia? Hanya kalian yang bisa menjawab..
-Yetta "over-analyzed" Angelina-
skip to main |
skip to sidebar
.....my greatest escape.....
Rabu, Agustus 15, 2012
Sabtu, Agustus 11, 2012
Berbeda
Baru menjejakkan kaki di rumah. Jam 01.00 tepat. Deadline ketiga dari empat "deadline rusuh" selama bulan puasa dan jelang Lebaran baru saja kuselesaikan. Biasanya, tak banyak ritual yang kulakukan sesampainya di rumah di malam deadline. Meletakkan tas, memastikan semua pintu terkunci dengan baik, rutinitas di kamar mandi, mematikan lampu, dan menghempaskan diri ke atas tempat tidur sambil berharap tidak akan terbangun sampai minimal 8 jam ke depan.
Tapi malam ini berbeda...
Sedikit ide terbersit di kepala. Bukan ide, tapi uneg-uneg mungkin tepatnya. Maka kuputuskan untuk membuka laptop dan mulai menulis. Tak tahu apa yang akan kutulis, tapi aku merasa perlu saja menuliskan sesuatu.
Karena malam ini berbeda...
Sejak pagi tadi, hari ini cukup complicated, begitu istilah anak gaul di social media zaman sekarang menyebutnya. Pagi tadi, aku mendapat pesan singkat yang "nyaris" membuatku bahagia bukan kepalang. Sayang, hanya "nyaris". Karena untuk kepastiannya, aku harus menunggu beberapa hari lagi. Perjalanan ke kantor pun cukup membuat kepala mendidih hari ini. Secara kiasan dan secara nyata, karena suhu udara cukup membuat kepala pusing, saking panasnya. Beranjak sore, aku tahu, aku harus memutuskan. Apakah akan berangkat ke sana, menepati janji, atau tidak. Kucoba menyembunyikan kegundahan sejak pagi. Sambil terus memproses di dalam kepala dan hati demi menemukan jawaban dari pertanyaan sederhana, "Haruskah aku datang?". Tapi akhirnya aku memutuskan untuk berangkat ke sana. Atas dasar profesionalisme dan rasa ingin tahu terhadap sosokmu dan karyamu, aku berangkat.
Hingga saat aku menuliskan ini pun, aku tak tahu, apakah kau menyadari kehadiranku di sana tadi? Bodoh memang, karena aku memutuskan untuk meninggalkan tempat itu lebih awal. Bagiku, meliatmu berbicara dari kejauhan di atas panggung itu sudah cukup. Aku sudah melihatmu, dan diam-diam menepati janjiku untuk datang ke sana tadi. Aku tak tahu, apakah kau menyadari kehadiranku di sana tadi. Hanya kau dan Tuhan yang tahu itu.
Sore ini berbeda...
Konyol, karena aku tak cukup mengumpulkan kekuatan untuk sekadar menyapamu dan memberi selamat. Entah apa yang kupikirkan tadi, sehingga aku memutuskan untuk hanya melempar senyum dan melangkah pergi, menjauh. Sesal. Itu yang tersisa. Meski jauh di lubuk hati terdalam, aku merasa telah mengambil langkah yang benar dengan berlalu. Oh, kau tak tahu betapa aku ingin mengenalmu lebih jauh. Tapi aku merasa tadi bukan waktu yang tepat. Karena tadi bukan tentangku dan apa yang kuinginkan, tapi semua tentang mu. Sore tadi adalah sore milikmu.
Karena itu, sore tadi berbeda...
Sinaran matahari senja menemani perjalananku kembali ke kantor sore tadi. Senja merah yang meneduhkan hati untuk sejenak. Ditambah hembusan angin, memberiku waktu untuk menjernihkan kepala sejenak. Menarik nafas panjang, menambah timbunan polusi udara di paru-paru, dan kuhela nafas sama panjang sambil berbisik, "Aku lelah......"
Aku tak tahu, apakah kau menyadari kehadiranku di sana sore tadi. Aku bahkan tak tahu apakah kau mengenaliku di sana sore tadi. Tapi aku ada sore tadi. Di sana. Melihatmu menelurkan karya perdanamu, seseorang yang bahkan belum "kukenal".
Malam ini berbeda...
Karena hingga detik ini, yang terlintas di benakku cuma penggalan-penggalankisah sore tadi. Tak kutemukan benang merah di antara penggalan ingatanku tentang sore tadi. Tapi aku merasa ada sesuatu yang hilang dari penggalan itu. Kesempatan untuk mengenalmu.
Karena aku bukanlah aku sore tadi. Aku berbeda...
Tapi malam ini berbeda...
Sedikit ide terbersit di kepala. Bukan ide, tapi uneg-uneg mungkin tepatnya. Maka kuputuskan untuk membuka laptop dan mulai menulis. Tak tahu apa yang akan kutulis, tapi aku merasa perlu saja menuliskan sesuatu.
Karena malam ini berbeda...
Sejak pagi tadi, hari ini cukup complicated, begitu istilah anak gaul di social media zaman sekarang menyebutnya. Pagi tadi, aku mendapat pesan singkat yang "nyaris" membuatku bahagia bukan kepalang. Sayang, hanya "nyaris". Karena untuk kepastiannya, aku harus menunggu beberapa hari lagi. Perjalanan ke kantor pun cukup membuat kepala mendidih hari ini. Secara kiasan dan secara nyata, karena suhu udara cukup membuat kepala pusing, saking panasnya. Beranjak sore, aku tahu, aku harus memutuskan. Apakah akan berangkat ke sana, menepati janji, atau tidak. Kucoba menyembunyikan kegundahan sejak pagi. Sambil terus memproses di dalam kepala dan hati demi menemukan jawaban dari pertanyaan sederhana, "Haruskah aku datang?". Tapi akhirnya aku memutuskan untuk berangkat ke sana. Atas dasar profesionalisme dan rasa ingin tahu terhadap sosokmu dan karyamu, aku berangkat.
Hingga saat aku menuliskan ini pun, aku tak tahu, apakah kau menyadari kehadiranku di sana tadi? Bodoh memang, karena aku memutuskan untuk meninggalkan tempat itu lebih awal. Bagiku, meliatmu berbicara dari kejauhan di atas panggung itu sudah cukup. Aku sudah melihatmu, dan diam-diam menepati janjiku untuk datang ke sana tadi. Aku tak tahu, apakah kau menyadari kehadiranku di sana tadi. Hanya kau dan Tuhan yang tahu itu.
Sore ini berbeda...
Konyol, karena aku tak cukup mengumpulkan kekuatan untuk sekadar menyapamu dan memberi selamat. Entah apa yang kupikirkan tadi, sehingga aku memutuskan untuk hanya melempar senyum dan melangkah pergi, menjauh. Sesal. Itu yang tersisa. Meski jauh di lubuk hati terdalam, aku merasa telah mengambil langkah yang benar dengan berlalu. Oh, kau tak tahu betapa aku ingin mengenalmu lebih jauh. Tapi aku merasa tadi bukan waktu yang tepat. Karena tadi bukan tentangku dan apa yang kuinginkan, tapi semua tentang mu. Sore tadi adalah sore milikmu.
Karena itu, sore tadi berbeda...
Sinaran matahari senja menemani perjalananku kembali ke kantor sore tadi. Senja merah yang meneduhkan hati untuk sejenak. Ditambah hembusan angin, memberiku waktu untuk menjernihkan kepala sejenak. Menarik nafas panjang, menambah timbunan polusi udara di paru-paru, dan kuhela nafas sama panjang sambil berbisik, "Aku lelah......"
Aku tak tahu, apakah kau menyadari kehadiranku di sana sore tadi. Aku bahkan tak tahu apakah kau mengenaliku di sana sore tadi. Tapi aku ada sore tadi. Di sana. Melihatmu menelurkan karya perdanamu, seseorang yang bahkan belum "kukenal".
Malam ini berbeda...
Karena hingga detik ini, yang terlintas di benakku cuma penggalan-penggalankisah sore tadi. Tak kutemukan benang merah di antara penggalan ingatanku tentang sore tadi. Tapi aku merasa ada sesuatu yang hilang dari penggalan itu. Kesempatan untuk mengenalmu.
Karena aku bukanlah aku sore tadi. Aku berbeda...
Kamis, Agustus 02, 2012
Suatu Hari Nanti
Suatu hari nanti, pasti namaku akan tertera di sampul sebuah
buku. Mimpi yang terus dipupuk sejak
lama. Ya, selain bepergian keliling dunia, menulis buku sudah menjadi cita-cita
terdalam. Sampai itu terjadi, aku hanya bisa menunggu, mereka-reka seperti apa
rasanya “menelurkan” karya sendiri.
Suatu hari nanti, kata demi kata pasti akan mengalir dari
pikiran ke tulisan. Sekarang pun, kalau ditanya, semua ide dan gagasan sudah
bergelimpangan. Bak potongan puzzle yang berserakan, hanya perlu dua tangan
untuk mengumpulkan potongan demi potongan dan merangkainya menjadi satu gambar
utuh. Proses itu yang sulit. Sulit, tapi bisa dikerjakan.
Suatu hari nanti, sepulang bepergian, pasti akan meluangkan
waktu khusus untuk memulai menulis. Pasti.
Labels
- Cerita Liputan (1)
- Doa (1)
- Inspirasi Lagu (1)
- Intro (1)
- Liburan (1)
- Protes dan Kritik (1)
- Resolusi (1)
- sahabat (1)
- Selingan (1)
- Ulang Tahun (2)
- Urusan Hati (4)
- Urusan Jiwa (5)
Tautan Ku...
Tentang Ku...
- Yetta Angelina
- I'm simple. Nothing special to described about me. I'm a cheerfull person, and i'm not really good in hiding something from other people. I'm not a stabilized person. This minute i can laugh, but in the next minute, i could cry loud...:)